Horeeeeeee... minggu kemaren ujan es batu, jarang-jarang lho hujan es batu di Bandung, denger-denger berita sih hujannya merata tapi yang kebagian es batu cuma beberapa wilayah di bandung dan bekasi utara kekeke...
Banguh deh semua yang bobo denger suara bletak bletuk, apalagi ada sisi yang masih pake seng, kedombrengan ga karuan selama 20-30 menitan, jarang ujan es selama itu, biasanya cuma diawal-awal doang, paling 1-2 menit.
sdas
24 Maret 2008
Kuda kuda coba bawa saya...
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk suara sepatu kuda...
lho bukannya ...ketepak ketepak ketepak
whatever...
Yang pasti liburan panjang kemaren bambam bersama sodara-sodara skalian ber duplak duplak duplak naek kuda di seputaran jalan ganesha kekekeke...
Lucu juga mengingat pas ditawarin pertama kali turun dari mobil adalah kuda poni ...lebihnya tepatnya kuda yang gagal jadi kuda. Soalnya kuda yang bener kan gagah bin gede tinggi, besar. Nah kuda yang ditawarin pertama kali sama tukangnya tuh kuda ga puguh... kuda poni bukan ...kuda krempeng ga juga ...kuda kate mirip-mirip ..pokoknya kuda tapi lebih mini, agak kurus tapi ga terlalu krempeng, ga tinggi dan ga gagah ..apa itu namanya, wajahnya sip tetep wajah kuda (iyalah masak wajah mang nya). Mangkanya si mang bilang ..."kasep naek yang ini aja da masih kecil" ...bambam mah cuma bengong soalnya sepanjang hidupnya yang baru 2, 5 taon baru pertama bertemu kuda yang ga jelas purwa rupanya tersebut.
Sebetulnya pengen sih si bambam dicobain naek ke kuda ga jelas itu tapi ya karena bapaknya mau ikutan naek jadi kasihan ke kudanya... apa ga mleot tuh punggung kudanya kalo dinaekin berdua, lagi si bambam nih naek kuda aja kudu berdua kayak ga pernah kuda-kudaan sama si bapaknya aja. Ga kasihan apa sama bapaknya dijadiin kuda-kudaan kalo maen di kamar... hik hik hik, kan sakit punggungnya bapaknya sebagai kuda ........WWWwwawaaaa ...ini ngobrolin kuda apa bapaknya yang jadi kuda-kudaan atawa bapaknya kuda kasihan sama kuda ga jelas purwa rupanya yang mau naekinnya !
Hmmmmm...
Ya udah mendingan cari kuda yang rada lebih terlihat kekudaanya lah. hehehe akhirnya dapet juga kudanya...Pertama bambam ga mau naek, ya udah bapaknya dulu, karena mungkin takut atau mungkin kuda yang bakal dia naekin ga seperti yang dia naekin di kamar ..lah itu mah bapaknya atuh ! Akhirnya diangkat sama emangnya ke sadel.. berdua deh kita mulai menyusuri jalan seputaran ganesha.Anehnya si Agit yang digendong ibunya mengeringai ngeliatin tiga giginya ke kuda (ato kebapaknya ?) sambil bersuara ...hhheeeeeessssstttt ...heeesssssss ...lho aneh tuh emaknya ga ngasih tau kalo babehnya sama kakaknya naek kuda ...sambil kuda mulai berjalan bapaknya bilang "dek ini bukan kucing yang didepan rumah.. ini kuda ..horse ..hiaaa hiaaa...wwhossahh (inget pelem bad boys II hehehee!)"
Waduhhh ...lupa nawar ... si emang nembak 10 rebu... walahh biasanya waktu bapaknya masih SD naek sekeliling gini cuma 1000 perak ! Tapi ya gpp mang bagi bagi happy sesama kuda !! yupii ...!!
lho bukannya ...ketepak ketepak ketepak
whatever...
Yang pasti liburan panjang kemaren bambam bersama sodara-sodara skalian ber duplak duplak duplak naek kuda di seputaran jalan ganesha kekekeke...
Lucu juga mengingat pas ditawarin pertama kali turun dari mobil adalah kuda poni ...lebihnya tepatnya kuda yang gagal jadi kuda. Soalnya kuda yang bener kan gagah bin gede tinggi, besar. Nah kuda yang ditawarin pertama kali sama tukangnya tuh kuda ga puguh... kuda poni bukan ...kuda krempeng ga juga ...kuda kate mirip-mirip ..pokoknya kuda tapi lebih mini, agak kurus tapi ga terlalu krempeng, ga tinggi dan ga gagah ..apa itu namanya, wajahnya sip tetep wajah kuda (iyalah masak wajah mang nya). Mangkanya si mang bilang ..."kasep naek yang ini aja da masih kecil" ...bambam mah cuma bengong soalnya sepanjang hidupnya yang baru 2, 5 taon baru pertama bertemu kuda yang ga jelas purwa rupanya tersebut.
Sebetulnya pengen sih si bambam dicobain naek ke kuda ga jelas itu tapi ya karena bapaknya mau ikutan naek jadi kasihan ke kudanya... apa ga mleot tuh punggung kudanya kalo dinaekin berdua, lagi si bambam nih naek kuda aja kudu berdua kayak ga pernah kuda-kudaan sama si bapaknya aja. Ga kasihan apa sama bapaknya dijadiin kuda-kudaan kalo maen di kamar... hik hik hik, kan sakit punggungnya bapaknya sebagai kuda ........WWWwwawaaaa ...ini ngobrolin kuda apa bapaknya yang jadi kuda-kudaan atawa bapaknya kuda kasihan sama kuda ga jelas purwa rupanya yang mau naekinnya !
Hmmmmm...
Ya udah mendingan cari kuda yang rada lebih terlihat kekudaanya lah. hehehe akhirnya dapet juga kudanya...Pertama bambam ga mau naek, ya udah bapaknya dulu, karena mungkin takut atau mungkin kuda yang bakal dia naekin ga seperti yang dia naekin di kamar ..lah itu mah bapaknya atuh ! Akhirnya diangkat sama emangnya ke sadel.. berdua deh kita mulai menyusuri jalan seputaran ganesha.Anehnya si Agit yang digendong ibunya mengeringai ngeliatin tiga giginya ke kuda (ato kebapaknya ?) sambil bersuara ...hhheeeeeessssstttt ...heeesssssss ...lho aneh tuh emaknya ga ngasih tau kalo babehnya sama kakaknya naek kuda ...sambil kuda mulai berjalan bapaknya bilang "dek ini bukan kucing yang didepan rumah.. ini kuda ..horse ..hiaaa hiaaa...wwhossahh (inget pelem bad boys II hehehee!)"
Waduhhh ...lupa nawar ... si emang nembak 10 rebu... walahh biasanya waktu bapaknya masih SD naek sekeliling gini cuma 1000 perak ! Tapi ya gpp mang bagi bagi happy sesama kuda !! yupii ...!!
17 Maret 2008
Sejarah Panjang Radio di Indonesia
Berhubung nyambung dengan cerita sebelumnya, jadi ditempelin deh cerita tentang RRI disini, hatur nuhun buat koran galamedia.
--------------------------------------------------------------------------------------
"WIL sluiten nu. Vaarwl tot betere tijden! Leve de Koningen!" Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu. Demikian Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM), radio siaran Hindia Belanda mengakhiri siarannya pada 8 Maret 1942, saat berakhirnya masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Rupanya "waktu yang lebih baik" itu, bagi NIROM tidak pernah ada karena Indonesia kemudian diduduki pemerintahan militer Jepang dan kemudian merdeka pada 17 Agustus 1945.
Radio sebagai salah satu alat komunikasi massa, yang merupakan "kekuatan kelima", memiliki fungsi penting, sebagai alat kontrol sosial, memberi informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi. Radio di Indonesia mempunyai catatan sejarah panjang, seperti yang dituturkan pakar sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof. Dr. Hj. Nina Herlina Lubis, M.Sc. pada peringatan 60 tahun Radio Nederland Wereldomroep (RNW) di Hotel Savoy Homann Bandung, awal November silam.
Peringatan ini digagas RNW Jakarta bekerja sama dengan Radio Mara Githa Bandung dan dihadiri wakil Kedutaan Besar Belanda di Indonesia, Ad Koekkoek. Acara yang dipandu Aom Kusman ini, ternyata banyak mengundang tawa. Aom Kusman memandu acara dengan banyolan-banyolannya.
Menurut Nina, sejarah panjang radio di Indonesia dimulai pada masa Perang Dunia I (1914-1918). Kala itu, Belanda biasa berkomunikasi dengan negara jajahannya, Hindia Belanda, dengan menggunakan kabel laut (telegraf laut) melalui Aden, yang dikuasai Inggris. Sebagai negara netral pada masa PD I, Belanda harus memilih jalur komunikasi, kemudian dipilih jalur udara (radio telegraf).
Percobaan komunikasi radio telegraf (gelombang radio pendek) pertama kali dilakukan pada 1916 dengan peralatan Telefunken Jerman, di Desa Cangkring, di kaki Gunung Malabar Kab. Bandung. Dan pada 1917, pesawat penerima di Cangkring dapat menerima sinyal dari stasiun pemancar telegraf di negara-negara Eropa. Karena itu, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk mendirikan stasiun pemancar di lembah Gunung Malabar. Tak lama kemudian pemerintah Hindia Belanda mengadakan persetujuan dengan Telefunken untuk mendirikan pemancar radio yang mempergunakan booglamp (lampu tabung).
Percobaan ini ternyata berhasil, sehingga tahun 1922 sebuah antene gunung sudah berdiri tegak di lembah Gunung Malabar setinggi 250-750 meter, yang merupakan antene tertinggi di dunia kala itu. Pada 5 Mei 1923, Stasiun Pemancar Radio Telegraf Malabar dibuka secara resmi untuk umum oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. D. Foek.
Ternyata menggunakan gelombang radio pendek yang mengunakan lampu tabung biayanya lebih murah. Makanya tak heran jika dari Stasiun Malabar ini, Belanda banyak menyiarkan tanda-tanda waktu dan berita pers ke kapal-kapal dan komunikasi menggunakan radio pendek pun semakin meningkat.
Pada 11 Maret 1925, suara dari pemancar gelombang pendek PCJJ Philips Laboratoria di Eindhoven terdengar di Malabar, yang disusul pembangunan pemancar telefoni. Melalui pemancar ini, Ratu Belanda, Ratu Wilhelmina menyapa warganya yang berada di tanah jajahan (3 Juni 1927). Percakapan ini merupakan yang pertama dilakukan menggunakan gelombang pendek antara negeri Belanda dengan Hindia Belanda.
Sebagai peristiwa sejarah, pemerintah Belanda kemudian mendirikan monumen di Tjitaroem Plein (Lapangan Citarum) Bandung. Monumen ini berbentuk setengah bola dunia dengan patung dua laki-laki tanpa busana di kedua sisinya, berdiri berhadap-hadapan. Monumen ini melambangkan sudah tidak ada jarak di bumi ini dengan adanya alat komunikasi. Sayang patung ini kemudian dibongkar oleh Pemerintah Kota Bandung, karena dianggap asusila, tidak sesuai dengan adat ketimuran. Sedangkan nama D. Groot sendiri diabadikan menjadi sebuah jalan, sekarang Jln. Siliwangi.
Pada Desember 1927, disiapkan pemancar telefoni kristal yang dibuat di Laboratorium Dinas Radio di Bandung. Percobaan terus dilakukan, pada 7 Januari 1929 dibuka secara resmi komunikasi radio antara Belanda dan Indonesia. Sejak saat itu demam radio muncul di mana-mana, termasuk di Indonesia. Bahkan, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pun berhasil dipancarluaskan ke seluruh negeri dan dunia internasional melalui gelombang radio yang berpusat di Bandung. Walaupun pada saat itu, pemerintah Jepang memperketat siaran radio dan hanya memperbolehkan merelai siaran dari Tokyo melalui pemancar radio yang berada di Palasari Dayeuhkolot Bandung.
Para pemuda radio Bandung berhasil mengambil alih pemancar dari tangan Jepang dan kemudian melakukan hubungan dengan pemuda pos telegraf dan telefoni (PTT) yang menguasai pemancar-pemancar radio di Dayeuhkolot dengan kekuatan 10 kilowatt. Pada pukul 19.00 malam (17 Agustus 1945), dibacakan teks proklamasi oleh Sakti Alamsjah, didampingi R.A. Darya, Sam Amir, dan Ny. Odas Sumadilaga dengan ancaman moncong senjata Jepang. Call sign yang digunakan, "Di sini Bandung Siaran Radio Republik Indonesia".
Radio Republik Indonesia (RRI) sendiri didirikan pada 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Kemudian mereka melakukan rapat di rumah Adang Kadarusman di Jln. Menteng Dalam Jakarta. Rapat ini kemudian memilih Dr. Abdurahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Pada rapat itu, dikeluarkan pula deklarasi RRI yang disebut Piagam 11 September 1945, berisi 3 butir komitmen yang kemudian dikenal dengan Tripasetya RRI. Butir ketiga berbunyi, merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral, tidak memihak pada salah satu aliran/keyakinan partai atau golongan. Pada 11 September kemudian diperingati sebagai hari jadi RRI. (Dari Gala Media Bandung)**
--------------------------------------------------------------------------------------
"WIL sluiten nu. Vaarwl tot betere tijden! Leve de Koningen!" Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu. Demikian Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM), radio siaran Hindia Belanda mengakhiri siarannya pada 8 Maret 1942, saat berakhirnya masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Rupanya "waktu yang lebih baik" itu, bagi NIROM tidak pernah ada karena Indonesia kemudian diduduki pemerintahan militer Jepang dan kemudian merdeka pada 17 Agustus 1945.
Radio sebagai salah satu alat komunikasi massa, yang merupakan "kekuatan kelima", memiliki fungsi penting, sebagai alat kontrol sosial, memberi informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi. Radio di Indonesia mempunyai catatan sejarah panjang, seperti yang dituturkan pakar sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof. Dr. Hj. Nina Herlina Lubis, M.Sc. pada peringatan 60 tahun Radio Nederland Wereldomroep (RNW) di Hotel Savoy Homann Bandung, awal November silam.
Peringatan ini digagas RNW Jakarta bekerja sama dengan Radio Mara Githa Bandung dan dihadiri wakil Kedutaan Besar Belanda di Indonesia, Ad Koekkoek. Acara yang dipandu Aom Kusman ini, ternyata banyak mengundang tawa. Aom Kusman memandu acara dengan banyolan-banyolannya.
Menurut Nina, sejarah panjang radio di Indonesia dimulai pada masa Perang Dunia I (1914-1918). Kala itu, Belanda biasa berkomunikasi dengan negara jajahannya, Hindia Belanda, dengan menggunakan kabel laut (telegraf laut) melalui Aden, yang dikuasai Inggris. Sebagai negara netral pada masa PD I, Belanda harus memilih jalur komunikasi, kemudian dipilih jalur udara (radio telegraf).
Percobaan komunikasi radio telegraf (gelombang radio pendek) pertama kali dilakukan pada 1916 dengan peralatan Telefunken Jerman, di Desa Cangkring, di kaki Gunung Malabar Kab. Bandung. Dan pada 1917, pesawat penerima di Cangkring dapat menerima sinyal dari stasiun pemancar telegraf di negara-negara Eropa. Karena itu, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk mendirikan stasiun pemancar di lembah Gunung Malabar. Tak lama kemudian pemerintah Hindia Belanda mengadakan persetujuan dengan Telefunken untuk mendirikan pemancar radio yang mempergunakan booglamp (lampu tabung).
Percobaan ini ternyata berhasil, sehingga tahun 1922 sebuah antene gunung sudah berdiri tegak di lembah Gunung Malabar setinggi 250-750 meter, yang merupakan antene tertinggi di dunia kala itu. Pada 5 Mei 1923, Stasiun Pemancar Radio Telegraf Malabar dibuka secara resmi untuk umum oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. D. Foek.
Ternyata menggunakan gelombang radio pendek yang mengunakan lampu tabung biayanya lebih murah. Makanya tak heran jika dari Stasiun Malabar ini, Belanda banyak menyiarkan tanda-tanda waktu dan berita pers ke kapal-kapal dan komunikasi menggunakan radio pendek pun semakin meningkat.
Pada 11 Maret 1925, suara dari pemancar gelombang pendek PCJJ Philips Laboratoria di Eindhoven terdengar di Malabar, yang disusul pembangunan pemancar telefoni. Melalui pemancar ini, Ratu Belanda, Ratu Wilhelmina menyapa warganya yang berada di tanah jajahan (3 Juni 1927). Percakapan ini merupakan yang pertama dilakukan menggunakan gelombang pendek antara negeri Belanda dengan Hindia Belanda.
Sebagai peristiwa sejarah, pemerintah Belanda kemudian mendirikan monumen di Tjitaroem Plein (Lapangan Citarum) Bandung. Monumen ini berbentuk setengah bola dunia dengan patung dua laki-laki tanpa busana di kedua sisinya, berdiri berhadap-hadapan. Monumen ini melambangkan sudah tidak ada jarak di bumi ini dengan adanya alat komunikasi. Sayang patung ini kemudian dibongkar oleh Pemerintah Kota Bandung, karena dianggap asusila, tidak sesuai dengan adat ketimuran. Sedangkan nama D. Groot sendiri diabadikan menjadi sebuah jalan, sekarang Jln. Siliwangi.
Pada Desember 1927, disiapkan pemancar telefoni kristal yang dibuat di Laboratorium Dinas Radio di Bandung. Percobaan terus dilakukan, pada 7 Januari 1929 dibuka secara resmi komunikasi radio antara Belanda dan Indonesia. Sejak saat itu demam radio muncul di mana-mana, termasuk di Indonesia. Bahkan, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pun berhasil dipancarluaskan ke seluruh negeri dan dunia internasional melalui gelombang radio yang berpusat di Bandung. Walaupun pada saat itu, pemerintah Jepang memperketat siaran radio dan hanya memperbolehkan merelai siaran dari Tokyo melalui pemancar radio yang berada di Palasari Dayeuhkolot Bandung.
Para pemuda radio Bandung berhasil mengambil alih pemancar dari tangan Jepang dan kemudian melakukan hubungan dengan pemuda pos telegraf dan telefoni (PTT) yang menguasai pemancar-pemancar radio di Dayeuhkolot dengan kekuatan 10 kilowatt. Pada pukul 19.00 malam (17 Agustus 1945), dibacakan teks proklamasi oleh Sakti Alamsjah, didampingi R.A. Darya, Sam Amir, dan Ny. Odas Sumadilaga dengan ancaman moncong senjata Jepang. Call sign yang digunakan, "Di sini Bandung Siaran Radio Republik Indonesia".
Radio Republik Indonesia (RRI) sendiri didirikan pada 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Kemudian mereka melakukan rapat di rumah Adang Kadarusman di Jln. Menteng Dalam Jakarta. Rapat ini kemudian memilih Dr. Abdurahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Pada rapat itu, dikeluarkan pula deklarasi RRI yang disebut Piagam 11 September 1945, berisi 3 butir komitmen yang kemudian dikenal dengan Tripasetya RRI. Butir ketiga berbunyi, merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral, tidak memihak pada salah satu aliran/keyakinan partai atau golongan. Pada 11 September kemudian diperingati sebagai hari jadi RRI. (Dari Gala Media Bandung)**
14 Maret 2008
Radio Republik Indonesia Bandung
Tau ga, ada tempat main 'seru' (kalo boleh ditambahin sih ...tempat yang serem juga heheheh) yang jarang banget diperhati'in ma kita-kita di Bandung, dimanakah gerangan ?
RRI, Radio Republik Indonesia. Bukan tempat maen ya... itu mah Radio super sepuh kekekeke.., tapi asik juga kalo iseng-iseng ga ada kerjaan maen kesana. Berasa masuk ke jaman baheula.
Wajib diinget nih, bahwa Radio RRI bandung lah (Radio RRI yang berada di Jalan Muhammad Toha, bukan yang sedang diceritain sekarang) sebagai radio pertama di republik ini yang menyiarkan teks Proklamasi ke seantero dunia.
Dulu namanya Radio Pergerakan Perjuangan atau Bandung Hoshokyoku dan untuk pertama kalinya singkatan RRI dipakai saat menyertai pembacaan teks proklamasi terdengar hingga ke Amerika sampe baghdad, ...bujug bunee ...taon 45 dah ada siaran sampe baghdad.
Nah kembali jalan-jalan ke RRI Jalan Diponegoro, kalo siang sih biasa-biasa aja, justru serunya coba bayangin dateng malem-malem kesono, hehehe ...bisa-bisa bikin film horror disana.
Pas kemaren nganter sodara kesono, iseng-iseng deh ikut masuk ke RRI, ternyata lantainya udah pake lantai keramik warna putih ilang deh kesan seremnya (kan biasanya gedung tua lantai keramiknya warna abu-abu itu lho), pas kebetulan ada akang-akang lagi mau naek pemancar, langsung aja otomatis pikirin nitip minta tolong ikut difotoin muncul.
Selang beberapa waktu kemudian dikembaliin deh tuh kamera digital dengan beberapa gambar baguss banget (untuk ukuran tukang naek tower, hasil gambar yang dijepretin dapet nilai 10).
Dari menara RRI ada gambar bagus gedung sebelahnya, gedung Dwiwarna. (foto ini pas banget 2 hari sebelum kejadian kena angin kencang yang merontokkan atapnya hik.. hik... hik... )
RRI, Radio Republik Indonesia. Bukan tempat maen ya... itu mah Radio super sepuh kekekeke.., tapi asik juga kalo iseng-iseng ga ada kerjaan maen kesana. Berasa masuk ke jaman baheula.
Wajib diinget nih, bahwa Radio RRI bandung lah (Radio RRI yang berada di Jalan Muhammad Toha, bukan yang sedang diceritain sekarang) sebagai radio pertama di republik ini yang menyiarkan teks Proklamasi ke seantero dunia.
Dulu namanya Radio Pergerakan Perjuangan atau Bandung Hoshokyoku dan untuk pertama kalinya singkatan RRI dipakai saat menyertai pembacaan teks proklamasi terdengar hingga ke Amerika sampe baghdad, ...bujug bunee ...taon 45 dah ada siaran sampe baghdad.
Nah kembali jalan-jalan ke RRI Jalan Diponegoro, kalo siang sih biasa-biasa aja, justru serunya coba bayangin dateng malem-malem kesono, hehehe ...bisa-bisa bikin film horror disana.
Pas kemaren nganter sodara kesono, iseng-iseng deh ikut masuk ke RRI, ternyata lantainya udah pake lantai keramik warna putih ilang deh kesan seremnya (kan biasanya gedung tua lantai keramiknya warna abu-abu itu lho), pas kebetulan ada akang-akang lagi mau naek pemancar, langsung aja otomatis pikirin nitip minta tolong ikut difotoin muncul.
Selang beberapa waktu kemudian dikembaliin deh tuh kamera digital dengan beberapa gambar baguss banget (untuk ukuran tukang naek tower, hasil gambar yang dijepretin dapet nilai 10).
Dari menara RRI ada gambar bagus gedung sebelahnya, gedung Dwiwarna. (foto ini pas banget 2 hari sebelum kejadian kena angin kencang yang merontokkan atapnya hik.. hik... hik... )
Ada nih gambarnya pas amburadul (nyecan dari koran PR)
Lalu ada satu sudut di lantai 2 deket tangga yang gatel kalo ga diabadikan, ini dia perangkat studio jaman jadullll...
Sayang ya RRI ga menyediakan ruang untuk dijadikan museum kecil sebagai bukti-bukti prasejarah ...maksudnya sebagai bukti sejarah bahwa RRI Bandung punya andil besar dalam sejarah republik ini ...tull ga Bam ...Gitt (waduh hebat banget wejangan ku ini ya nak wakakakaka..).
06 Maret 2008
tas ultah agit
auh auh auh... ini cerita dah basi heu heu hue... tapi yang mengjadi mangsalah adalah banya yang nanyain, jadi ...so kudu dicaritain agar supaya pada ga tanya lagii..
Bulan lalu pas abis party ulangtaon agit si dabul dabul, yang pada menghadiri party tuh kan pada diberikan bingkisan yang berupa brengkesan berupa sebentuk tas permen. Sebetulnya biasa-biasa aja, tapi yang terjadi adalah setelah acara itu, ya itu para penggembira bertanya-tanya soal bingkisan brengkesan.
Bentuknya lucu dan imut, serupa perman yang ada cangklongannya, cuooocokk banget dijadiin tas imut. imut seperti si agit si dabul-dabul.
Belinya dimana ? ga beli itu mesen, khusus, jadi ga akan nemu di Jakarta...
pengen... mauu... just contact si agit ...
Bulan lalu pas abis party ulangtaon agit si dabul dabul, yang pada menghadiri party tuh kan pada diberikan bingkisan yang berupa brengkesan berupa sebentuk tas permen. Sebetulnya biasa-biasa aja, tapi yang terjadi adalah setelah acara itu, ya itu para penggembira bertanya-tanya soal bingkisan brengkesan.
Bentuknya lucu dan imut, serupa perman yang ada cangklongannya, cuooocokk banget dijadiin tas imut. imut seperti si agit si dabul-dabul.
Belinya dimana ? ga beli itu mesen, khusus, jadi ga akan nemu di Jakarta...
pengen... mauu... just contact si agit ...
Langganan:
Postingan (Atom)